BERALAS TANAH TIDAK MENYURUTKAN NIAT UNTUK BELAJAR

Himpitan ekonomi sepertinya telah menutup mata banyak orang untuk melihat ke dunia pendidikan. Pendidikan yang mahal menyurutkan cita-cita anak bangsa untuk tetap bersekolah dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Akibatnya, tidak sedikit dari mereka yang hanya bisa memendam impiannya untuk dapat melanjutkan sekolah. Bahkan, orang tua mereka justru melarang anaknya untuk sekolah dengan alasan tidak memiliki cukup biaya untuk pendidikannya kelak. Mereka lebih menyuruh anaknya untuk bekerja atau membantu orang tua. Terlebih lagi kepada anak-anak perempuan mereka.

Orang tua masih berpandangan pada teori lama terhadap anak perempuan bahwasannya perempuan hanyalah sosok yang lemah yang tetap harus berada di dapur, sumur, dan kasur. Paradigma itu tidak berlaku bagi masyarakat Desa Waringin Jaya Kecamatan Cigeulis Kabupaten Pandeglang, Banten. Keterbatasan ekonomi dan fasilitas hidup tidak menyurutkan orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Begitupun dengan anak-anak yang tinggal di desa terpencil tersebut. Mereka tetap semangat bersekolah meskipun dengan fasilitas sekolah yang serba kekurangan.

Kesadaran masyarakat dengan dunia pendidikan tersebut telah ditunjukan dengan berdirinya sekolah yang dibangun pada tahun 2011 secara swadaya oleh masyarakat setempat secara gotong royong. Sekolah yang dindingnya dari bilik dan berlantaikan tanah ini dibangun karena jarak sekolah anak-anak mereka sebelumnya terlalu jauh dari Desa Waringin Jaya.

Berawal dari hal tersebut, masyarakat bahu-membahu membangun sekolah beserta peralatan belajar seperti meja dan kursi agar anak-anak mereka dapat belajar ke sekolah yang lebih dekat. Meja dan kursi yang dibuat juga sangat terbatas dan dengan bahan kayu seadanya, tidak dengan kayu berkualitas baik seperti pada umumnya.

Hal ini mengakibatkan salah satu sarana yang terpenting tersebut cepat rusak. Tidak hanya orang tua dan siswa, guru-guru yang mengajar di sekolah yang diberi nama MI AL KHOIRIYYAH ini juga memiliki semangat dan jiwa sosial yang tinggi. Hanya segelintir orang yang mau mengabdikan diri untuk masyarakat dengan ikut terlibat menjadi bagian dari orang-orang yang peduli terhadap pendidikan di sekolah tersebut.

Mereka yang menjadi tenaga pendidik di sekolah yang sangat sederhana ini hanya ingin menjadi manusia yang bermanfaat untuk sesama. Bukan karena finansial ataupun fasilitas yang menjanjikan. Kondisi ini menjadi salah satu faktor kurangnya tenaga pendidik dan SDM lainnya di sekolah akses jalannya rusak dan berlumpur ini.

Sekolah yang juga aktif dalam mengikuti perlombaan, seperti lomba ceramah dan lomba olahraga ini memiliki program unggulan yaitu sholat dhuha, shalat dzuhur berjama’ah, hafalan surat pendek, dan cara memandikan mayit. Pendidikan agama lebih ditekankan dengan harapan peserta didik memiliki pemahaman agama yang baik dan benar. Sosialisasi terus dilakukan dengan mengajak masyarakat melalui masjid-masjid dan mushola-mushola untuk berperan aktif dalam memajukan masyarakat melalui pendidikan agar masyarakat khususnya anak-anak dapat menikmati kehidupan yang lebih layak dan jauh lebih baik dari orang tuanya.

Sampai saat ini, kondisi bangunan sekolah dan isinya masih memprihatinkan karena belum ada renovasi dan perbaikan sejak awal didirikan. Upaya yang dilakukan pihak sekolah terkait dengan hal tersebut adalah dengan mengumpulkan dana BOS dari pemerintah. Dana BOS yang diterima sekolah ditabung untuk memperbaiki bangunan sekolah serta sarana dan prasarana lainnya. Kondisi tersebut akan terus berlanjut tanpa kepedulian dari para donatur yang memberikan sumbangsih berupa bantuan pendidikan kepada mereka. Oleh karena itu, semangat dan kesadaran mereka terhadap dunia pendidikan harus ditopang oleh kepdulian dan keprihatinan kita untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik.

Bagikan berita ini :